MENGOREK Pasal Disangkakan ke Irfan Nur Alam Anak Eks Bupati Majalengka, Sempat Disoal Yusril Ihza Mahendra

3 Mei 2024, 16:30 WIB
Yusril Ihza Mahendra saat memasuki ruang sidang PN Bandung, saat sidang praperadilan Irfan Nur Alam, anak eks bupati Majalengka Karna Sobahi melawan Kejati Jabar /


IDEJABAR - Kasus korupsi pasar Cigasong Majalengka dengan tersangka Irfan Nur Alam, anak mantan Bupati Majalengka Karna Sobahi tidak akan lama lagi segera digelar di Pengadilan Tipikor Bandung. Sebelumnya kasus ini telah diuji di praperadilan menghadirkan Yusril Ihza Mahendra melawan Kejati Jabar dan hakim PN Bandung menolak gugatan praperadilan Yusril.

Baca Juga: SOSOK Almarhum Ketua PGRI Jabar Dede Amar Gigih Perjuangkan Guru, Ketua DPRD Asep Sopari: Kami Kehilangan

Dalam kasus ini Kejati Jabar menahan Irfan Nur Alam karena jadi tersangka korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam proyek bangun guna serah atau Build, Operate and Transfer dikenal BOT Pasar Sidang Kasih Majalengka pada saat dirinya menjadi Kepala Bagian Ekonomi Setda Majalengka Tahun 2020.

Kejati Jabar menerapkan pasal berlapis terhadap Irfan Nur Alam yakni pasal 5, pasal 12 huruf e, pasal 11 dan pasal 12 B Undang Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Nah pasal ini sempat dipersoalkan oleh Yusril dan timnya bahkan dalam praperadilan dibahasnya dengan detail, dan menyebutnya pasal yang disangkakan kepada kliennya tidak serumpun.

Seperti diungkapkan Adria Indra Cahyadi kepada wartawan yang juga telah dituangkan dalam materi praperadilan kemarin. Menurut Adria penetapan tersangka terhadap pemohon tak sah dan tidak berdasar hukum karena tidak didasarkan kepada kepada bukti permulaan yang cukup atas dugaan tindak pidana khusus korupsi berdasarkan pasal 5, pasal 12 huruf e, pasal 11, pasal 12 B Undang Undang Tipikor.

"Semua pasal yang dicantumkan dalam penetapan tersangka seharusnya pasal yang serumpun, karena penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi itu hal yang berbeda, pasal gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang tidak masuk, atau tidak serumpun," ujarnya.

 

Yuk! Kita Lihat Pasal Korupsi dan Pengertian Pasal tak Serumpun Seperti Dimasalahkan Yusril

Seperti diketahui, Kejati Jawa Barat telah menahan paksa Irfan Nur Alam alias INA atas kasus dugaan korupsi Pasar Sindangkasih, Cigasong. Irfan disangkakan melanggar Pasal 5, Pasal 12 huruf e, Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain Irfan, tersangka lainnya dari swasta Andri Nurmawan dan satu lagi dari PNS Majalengka, bernama Maya sudah jadi tersangka namun hingga kini Maya belum juga ditahan oleh penyidik Kejati Jabar, padahal sudah ditersangkakan sejak setahun lalu bareng dengan Andri Nurmawan yang sudah ditahan sebelum Irfan Nur Alam.

 

Bunyi Pasal 5 UU Tipikor

"Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (rima) tahun dan atau denda paling Sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Jadi pasal tersebut mengatur mengenai sanksi bagi pelaku tindak pidana korupsi yang melibatkan jumlah pidana penjara dan denda.

 

Bunyi Pasal 12 Huruf e UU Tipikor

Pasal 12 huruf e dalam Undang-Undang Tipikor mengatur tentang gratifikasi. Begini Penjelasannya

Pengertian Gratifikasi:
Gratifikasi adalah pemberian atau penerimaan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi, baik berupa uang, barang, fasilitas, layanan, atau keuntungan lainnya.

Gratifikasi ini dilarang diberikan atau diterima di tempat kerja, tempat tinggal, atau tempat lain yang berkaitan dengan jabatan atau kewenangan yang dimiliki oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berwenang.

Unsur Gratifikasi:
Pegawai negeri atau penyelenggara negara harus dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya.

Tindakan yang termasuk gratifikasi meliputi memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Hukuman:
Pelaku korupsi yang terbukti melakukan gratifikasi dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Baca Juga: Bey Machmudin Sebut Rumah Dinas Gubernur Jabar Kini Jadi Tempat Wisata Edukasi, Resevasi Melalui Sapawarga App

 

Bunyi Pasal 11 UU Tipikor

Mengatur penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Penjelasan :
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Tindak pidana yang dimaksud adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya

 

Bunyi Pasal 12 B UU Tipikor

Pasal yang mengatur tentang gratifikasi.

Penjelasan : gratifikasi dalam pengertian luas meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, serta fasilitas lainnya.

Pemberian Suap:

Pasal 12 B ayat (1) menyatakan bahwa gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajibannya.

Hukuman:

Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).


Yusril Ihza Mahendra Persoalkan Pasal Disangkakan ke Irfan Nur Alam

Dalam penjelasan saat sidang praperadilan, TIm Yusril, Adria Indra Cahyadi menyoal soal pasal tersebut karena menurutnya pasal itu tidak serumpun sehingga ambigu tidak jelas dan tidak ada kesesuaian.

"Semua pasal yang dicantumkan dalam penetapan tersangka pasal yang serumpun jangan smapai ada contoh penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi padahal itu hal yang berbeda, pasal gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang tidak masuk, tidak serumpuh. "Nanti ahli yang akan menjelaskan," ujarnya.

Bahkan Ahli Hukum Mudzakkir juga saat menjadi ahli di sidang praperadilan kemarin, juga mempersoalkan pasal pasal tersebut karena tidak bersesuaian bertabrakan diantara pasal itu, sehingga dia menyebutkan penyidikan tersebut tidak profesional.

Yusril juga menyebutkan ketidaksesuaian itu antara lain, Irfan dinyatakan tersangka tanpa pernah ada Surat Perintah Penyelidikan atas dirinya. Padahal penyidikan menurut KUHAP wajib didahului dengan penyelidikan. Irfan ditetapkan sebagai tersangka bukan atas dasar hasil penyelidikan, melainkan didasarkan atas laporan intelijen. Padahal laporan intelijen tidak bisa dijadikan dasar untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam kasus apa pun.

Ahli hukum Muzakir, menjelaskan di ruang sidang Praperadilan PN Bandung saat menjawab pertanyaan dari Prof Yusril Ihza Mahendra, sebagai pemohon praperadilan dengan termohon Kejati Jabar, pada Kamis 25 April 2024

Baca Juga: Silaturakhmi Presidium DOB Tasela dan Ketua DPRD Kab. Warga Tasela Berharap Pemerintah Segera Cabut Moratorium

Selain itu, Irfan tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebelum ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana dikemukakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/ PUU-XII/2014. Ahli Dr. Mudzakkir dari FH UII membenarkan bahwa penetapan Irfan sebagai tersangka tidak memenuhi ketentuan dalam KUHAP maupun putusan MK tersebut, sehingga permohonannya layak untuk dikabulkan hakim praperadilan.

Meski disoal dan dipermasalahkan oleh ahli hukum dan juga Yusril namun hakim M Syarif tidak bergeming hingga akhirnya memutus praperadilan dengan menolak seluruh dalil praperadilan yang diajukan Yusril. Nah setelah penolakan ini apakah Yusril akan membela Irfan dipokok perkara karena kadung tercebur di kasus tersebut, Yuk kita tunggu tanggal mainnya.***

Editor: Adin Supriadi

Tags

Terkini

Terpopuler