Penetapan Tersangka Tak Sah Bila Prosesnya Tak Prosedur Terungkap Disidang Praperadilan YUSRIL VS KEJATI JABAR

- 25 April 2024, 16:48 WIB
Ahli hukum Muzakir, menjelaskan di ruang sidang Praperadilan PN Bandung saat menjawab pertanyaan dari Prof Yusril Ihza Mahendra, sebagai pemohon praperadilan dengan termohon Kejati Jabar, pada Kamis 25 April 2024
Ahli hukum Muzakir, menjelaskan di ruang sidang Praperadilan PN Bandung saat menjawab pertanyaan dari Prof Yusril Ihza Mahendra, sebagai pemohon praperadilan dengan termohon Kejati Jabar, pada Kamis 25 April 2024 /

 


IDEJABAR - Kehadiran Yusril Ihza Mahendra disidang praperadilan antara Irfan Nur Alam dan Kejati Jabar di Pengadilan Negeri Bandung menjadi seru, banyak hal yang terungkap dari ahli yang dihadirkan yakni Muzakir, pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) yang menyinggung soal proses prosedur penyelidikan, penyidikan dan penetapan tersangka.

Seperti diketahui Irfan Nur Alam mengajukan praperadilan ke PN Bandung dengan termohon Kejati Jabar setelah dirinya ditetapkan tersangka dan ditahan atas dugaan kasus korupsi pembangunan Pasar Cigasong Majalengka.

Sidang praperadilan yang digelar hari ini Kamis 25 April 2024 merupakan upaya membedah apakah ada pelanggaran dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Kejati Jabar atau tidak, sehingga melalui praperadilan ini di uji.

Baca Juga: 3 Game Penghasil Saldo DANA Gratis Bisa Konversi Poin Jadi Uang Nyata Terbukti Membayar April 2024

Baca Juga: KLAIM Saldo DANA Gratis Hari Ini Kamis 25 April 2024 AYO KLIK Link DANA Kaget Ini Langsung Cair Tanpa Syarat

Dijelaskan dalam sidang praperadilan tersebut ahli mengungkap bahwa bila ada prosedur yang tidak ditempuh oleh penyidik atau penyalahi prosedur dalam proses sebuah penanganan kasus hingga menetapkan seorang tersangka, maka menjadi tidak sah penetapan tersangkanya.

 

Ahli Hukum yang Diajukan Yusril Paparkan Soal Penyelidikan dan Penyidikan

Menurut Muzakir dalam proses pemeriksaan perkara selalu dimulai oleh penerima laporan, maka proses pemeriksaan perkara dilakukan dengan langkah awal penyelidikan, untuk memastikan laporan sebagai perbuatan pidana atau bukan.

Tujuannya untuk memastikan yang dilaporkan oleh pelapor, maka penyidik melakukan bahan bahan atau bukti bukti sebagai bukti awal apakah pidana atau bukan, maka istilah yang dipakai meminta keterangan kepada terkait dengan dugaan sebuah kasus.

Lalu kalau kesimpulannya disimpulkan bukan perbuatan pidana maka proses dihentikan, lalu kalau kesimpulan diduga ada tindak pidana berdasar bukti awal maka dinaikan menjadi penyidikan.
Dari situlah keluar SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan), kegiatan penyidikan itu untuk mengumpulkan bukti dan alat bukti, kalau semua sudah maka memeriksa lagi terhadap orang yang bertanggungjawab.

"Ada dua tahapan pembuktian, minim dua alat bukti, setelah itu diperiksa hak haknya yang diduga pelaku, baru dianalisis layak engak dinyatakan pidana, maka kalau layak ditetapkan tersangka," katanya.

Menurutnya seseorang tidak boleh ditetapkan tersangka selama kegiatan penyelidikan dan penyidikan tidak tidak terpenuhi prosedurnya.

Sementara itu Yusril yang merupakan kuasa pemohon pertanyakan bila dugaan tindak pidana itu bukan atas laporan masyarakat kepada penegak hukum tapi lembaga tersebut dibagian intelejen, dugaan pidana bukan laporan tapi inisiatif, seperti laporan intelejen bila itu terjadi, apa perlu penyedikan atau tidak?

Ahli hukum Muzakir menjawab bahwa semua tindak pidana harus dimulai dengan penyelidikan, apapun, termasuk juga bila seseorang tertangkap tangan, sekalipun begitu tetap harus dilakukan penyelidikan, namun karena alat bukti cepat diperoleh melekat diri pelaku maka penyelidikan dilakukan.

Terkait tidak tertangkap tangan, ada laporan atau dari intelejen, ahli berpendapat tetap harus ada penyelidikan, ini untuk memastikan status orang setelah penyelidikan dan penyidikan dan tersangka, ini proses pemeriksaan pertama menentukan nasib orang.

"Tidak benar kalau ada lembaga bagian intelejen melaporkan itu tidak dilakukan penyelidikan, tidak bisa, itu ada putusan MK nya," katanya.

Muzakir menyebut ketika tindak pidana ada bukti maka proses permulaan tetap harus diproses melalui penyelidikan, oleh sebab itu kewenangan lahir dari penyelidikan, nah kewenangan lebih dari penylidikan tidak sah. "Intelejen itu bukan penyidik, penyidik bukan intelejen, tetap harus didahului penyelidikan dan penyidikan," ujarnya.

Muzakir menyatakan penyidikan diatur, laporan saja belum cukup harus diterbitkan sprinlidik, baru kewenangan lahir, kewenangan penyidik kalau tidak ada sprinlidik tidak bisa dalam proses MK, kepastian hukum dan keadilan hukum.

Kepastian hukum yang adil harus ada bukti, ada sprinlidik rujukan ke laporan kalau laporan intelejen maka rujukan kesitu, intelejen harus diperiksa, itulah sprinlidik bukti awal proses pidana di mulai, kalau benar ada tindak pidana maka naik ke penyidikan, karena menyangkut lembaga maka keluar SPDP. "Ini kewajiban hukum yang harus dilakukan, kalau tidak terbit SPDP berarti tidak bisa dilakukan penyidikan," ujarnya.

Baca Juga: MAINKAN GAME Penghasil Saldo DANA Gratis Ini, Lengkap Tips agar Dapat Uang Tambahan

Dalam putusan MK yang paling utama adalah bahwa pemeriksaan terhadap lembaga peradilan penentapan calon tersangka adalah sarat konsitutsional lembaga peradilan. Bila tidak maka proses peradilan ini bisa dikatakan inkonstitusional.

Menurut Muzakir bahwa ini merupakan alat uji lembaga peradilan sah tidak sah dan konsitusional inkonstitusional yang paling utama adalah demi hak asasi manusia.

"Cuman yang jadi masalah banyak penegak hukum cari alasan tertentu bisa dicari cari, saya berpendpaat kalau ngomong seperti itu, peradilan itu harus ditutup," ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa diputusan MK sudah dijelaskan bahwa calon tersangka harus diperiksa dulu sebagai syarat untuk menetapkan tersangka, maka pemeriksaan calon tersangka ada dalam ptuusan MK tersebut yang diktumnya menyebut penetapan tersangka harus diperiksa dulu.

Yusril Ihza Mahendra saat melontarkan pertanyaan pada ahli Muzakir terkait gugatan praperadilan yang digelar di PN Bandung
Yusril Ihza Mahendra saat melontarkan pertanyaan pada ahli Muzakir terkait gugatan praperadilan yang digelar di PN Bandung

Ahli berpendapat kalau tidak diperiksa terlebih dulu itu tidak benar karena diktum pertimbangan putusan MK, kalau calon tersangka ditetapkan tersangka harus diperiksa terlebih dahulu, diberikan barang bukti, alat bukti, ahli, saksi. "Jangan sampai adil tidak adil nanti saja di pengadilan tapi orang sudah ditahan, kalau gitu terlalu memaksakan, beban penegak hukum jadi berat," ujarnya.

Atas keterangan itulah ahli berpendapat kalau calon tersangka tidak diperiksa dulu, maka penetapan tersangkanya tidak sah, karena hak hak calon tersangka tidak dipenuhi, sehingga dengan cara seperti itu proses penegakan hukum tidak benar, karena harus seimbang adil di pengadilan dan juga harus adil ditahap penyidikan.

"Jangan sampai ada kesan, nanti buktikan saja di pengadilan, tanpa menyalahi prosedur," ujarnya.

Seperti diketahui, Kejati Jabar telah menetapkan tersangka terhadap Irfan Nur Alam, anak dari mantan Bupati Majalengka Karna Sobahi. Selain dijadikan tersangka Irfan juga ditahan di Rutan Kelas 1 Bandung.

Irfan disangka telah melakukan korupsi dalam kasus pembangunan Pasar Cigasong Majalengka saat dirinya menjadi Kabag Ekonomi.

Atas penetapan itulah, Irfan melakukan upaya praperadilan dengan menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukumnya.

Sidang praperadilan sendiri digelar di PN Bandung dengan termohon Kejati Jabar dan dipimpin oleh hakim tunggal M Syarif.

Sidang praperadilan sendiri berlangsung mulai Selasa 23 April 2024 dan sesuai aturan harus selesai dalam jangka waktu satu minggu hari kerja.***

Editor: Adin Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah