Ace Tabrani (1901-1968): Pejuang dan Muballig tanpa Pamrih dari Bogor Barat

- 1 November 2023, 13:05 WIB
Atje Tabrani (kiri) dan istrinya Ipit Maemunah (kanan), Erna Fauziah, Edi Fadhilah, dan Ida Farida (cucu).
Atje Tabrani (kiri) dan istrinya Ipit Maemunah (kanan), Erna Fauziah, Edi Fadhilah, dan Ida Farida (cucu). /Koleksi keluarga Erna Fauziah/


IDEJABAR - Terkenang akan perjuangan dan pengorbanannya, warga Bogor Barat mengabadikan nama ustad Ace Tabrani (ditulis Atje dalam ejaan lama) sebagai nama jalan di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

Sejak zaman penjajahan Belanda, ustad yang dilahirkan pada 1901 ini telah berjuang mendidik rakyat dengan mendirikan pengajian dan sekolah Muhammadiyah Leuwiliang bersama-sama rekan-rekan seperjuangannya, seperti Muhammad Nur, Odjeh Kurnaen, Abdurrahman, dkk.

Jangan lupa, di zaman penjajahan Belanda, tidak sembarang orang yang boleh mengecap pendidikan. Hanya orang tertentu, semisal keluarga pegawai pemerintah (ambtenar), bangsawan atau orang kaya, yang boleh menimba ilmu di sekolah pemerintah.

Dengan demikian, membangun lembaga pendidikan non pemerintah untuk rakyat, dengan modal sendiri, mencari guru sendiri, dan berbagai sarana serta prasarana sendiri, merupakan perjuangan yang tidak enteng.

Baca Juga: DASUKI BAKRI (1909-1957): Ustad yang Komandan Batalyon Siliwangi

Dari Angkat Kitab ke Angkat Senjata

Formasi Batayon O, Tirtayasa, Siliwangi. Ayah jadi bawahan, anak jadi atasan
Formasi Batayon O, Tirtayasa, Siliwangi. Ayah jadi bawahan, anak jadi atasan

Di masa perang kemerdekaan Indonesia (1945-1950), ustad Ace dkk. terpanggil berjuang mengangkat senjata bersama Laskar Hizbullah Leuwiliang. Laskar ini kemudian bergabung dengan Laskar Rakyat-Markas Perjuangan Rakyat (LR-MPR) Leuwiliang.

Dalam perjalanan berikutnya, LR-MPR Leuwiliang mematuhi Dekrit Presiden Mei 1947 untuk meleburkan diri (fusi) ke dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) dan direorganisasi menjadi Batalyon O, Tirtayasa, Siliwangi.

Di batalyon ini, sang ustad menempati posisi Kabag Rohani dan dianugerahi pangkat Sersan Mayor. Sebelumnya, 8 Maret 1946, ia ditunjuk sebagai anggota Perwakilan Rakyat Kota Bogor, semacam DPRD zaman sekarang. Jadi jabatannya dua, tentara merangkap anggota DPRD.

Tapi jangan bayangkan seperti anggota DPRD Kabupaten Bogor zaman sekarang yang menerima berbagai fasilitas dan gaji. Di masa itu, tidak ada gaji. Jangankan gaji, seragam, celana, sepatu, senjata, peci, ransum, markas, semua dicari sendiri alias berjuang total lahir-batin.

Yang menarik adalah putra Ace Tabrani, E. Affandi, juga berjuang di Batalyon O sebagai Komandan Kompi dan dianugerahi pangkat lebih tinggi: Letnan I (kemudian pensiun sebagai Kolonel TNI AD). Begitu pula Komandan Batalyon O Kapten Sholeh Iskandar sebaya dengan putranya.

Halaman:

Editor: Edi ES


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah