Gerindra se-Jabar Ajukan Gibran sebagai Cawapres Prabowo: Bisa Jadi Wapres Termuda dalam Sejarah

- 11 Oktober 2023, 19:42 WIB
Gerindra Kota Bogor mengumumkan pengajukan Gibran sebagai Cawapres Prabowo
Gerindra Kota Bogor mengumumkan pengajukan Gibran sebagai Cawapres Prabowo /DPC Gerindra Kota Bogor/

IDE JABAR. Boleh jadi Indonesia akan mempunyai wakil presiden termuda dalam sejarah pada 2024 nanti. Kemungkinan ini terbuka setelah seluruh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra se-Jawa Barat (Jabar), kemarin mengajukan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden (Cawapres) Prabowo Subianto.

“Ya, seluruh DPC Gerindra se-Jawa Barat sudah mengajukan nama Pak Gibran sebagai Cawapres Pak Prabowo,” kata Sekretaris DPC Gerindra Kota Bogor Pepen Firdaus kepada IDEJABAR via WhatssAp. “Ini aspirasi dari bawah, kami menampung, menyalurkannya, dan telah diputuskan dalam Rapat Kerja Cabang.”

Surat resmi telah dikirim dari seluruh DPC Gerindra se-Jabar ke Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra. Mereka yakin aspirasi ini akan menjadi pertimbangan Prabowo dan Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Selain Jabar, DPC Gerindra Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, dan DPC Gerindra Solo juga bertindak sama. Mereka telah mengirim surat resmi ke DPD dan DPP Gerindra, menyorongkan nama Gibran sebagai Cawapres.

Reaksi PDIP 

Gibran Rakabuming Raka dan Prabowo Subianto.
Gibran Rakabuming Raka dan Prabowo Subianto.
Pihak Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah bereaksi. Beberapa hari sebelum pengajuan nama Gibran tersebut, tokoh senior PDIP Panda Nababan menyatakan keberatannya secara halus. Dalam acara di sebuah tv swasta, ia mengingatkan anak-anak muda PDIP agar mengedepankan etika dalam berpolitik.

Panda mengingatkan, jika Gibran, yang kini berusia 36 tahun memilih berkhianat demi Prabowo, masyarakat mungkin akan menghujat. Pasalnya PDIP telah memberi dukungan, fasilitas penuh kepada Gibran untuk menjadi wali kota Solo, dan menjadi “bintang” muda politisi.

Mungkin Panda lupa, PDIP sendiri telah mengabaikan etika, bahkan bisa jadi konstitusi, dengan menetapkan kadernya sebagai “petugas partai”, kendati si kader telah menjadi pejabat publik.

Dasar etika dan konstitusi adalah pejabat publik bukanlah “petugas partai”: ia mengabdi kepada kepentingan publik, sebagaimana yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan.

Begitu seseorang menjadi pejabat publik, ia tidak mengabdi kepada kepentingan partainya, melainkan kepada publik alias rakyat Indonesia secara keseluruhan. Bukankah begitu? ***

Editor: Edi ES


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah