Tradisi Munggahan : “Pesta” Orang Sunda Menjelang Puasa Ramadhan

- 5 Maret 2024, 09:30 WIB
Tradisi munggahan pedagang alun alun ciamis makan nasi liwet bareng
Tradisi munggahan pedagang alun alun ciamis makan nasi liwet bareng /

IDEJABAR - Sebelum bulan Ramadhan tiba, ada satu momentum yang dimana momen itu tidak pernah dilewatkan begitu saja oleh Orang Sunda khususnya. Momentum tersebut adalah saat menjelang bulan puasa yakni apa yang kerap disebut Tradisi Munggahan.

Munggahan merupakan padanan dari kata Makan Bersama yang dilakukan diluar rumah seperti di Rumah Makan, Tempat Wisata atau tempat-tempat lainnya sebelum memasuki bulan ramadhan. Atau munggahan dapat diartikan meningkat atau naik menjadi pribadi yang lebih baik atau lebih tinggi derajatnya. Karena akan memasuki bulan suci Ramadhan yang diharapkan selama bulan suci kita menjadi lebih baik lagi.

Munggahan itu sendiri merupakan tradisi masyarakat Islam suku Sunda dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan yang dilakukan pada akhir bulan Syaban. Dan perlu diketahui Munggahan berasal dari bahasa Sunda yakni Munggah yang artinya berjalan atau keluar dari kebiasaan kehidupan sehari-hari.

Menyambut Ramadhan Dengan Munggahan Dalam Berbagai Bentuk

Bentuk penyambutan dan pelaksanaan Munggahan, tentu sangat bervariatif. Artinya, itu selain ditentukan oleh kesepakatan bersama dan selera, juga yang tak kalah pentingnya adalah kondisi keuangan itu sendiri. Bentuknya pun bisa bervariasi, sebut saja berkumpul bersama keluarga dan kerabat, makan bersama, saling bermaafan, dan berdoa bersama.

Masyarakat Sunda punya tradisi munggahan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan
Masyarakat Sunda punya tradisi munggahan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan

Edwan Sofariawan (58), warga Kp. Siluman, Kel. Setiaratu, Kec. Cibeureum mengaku hingga kini keluarganya masih tetep menjalankan Tradisi Munggahan. Pasalnya, kata dia, disaat Munggahan itulah kerap seluruh keluarga besarnya bisa berkumpul.

“Kalau pas lebarannya kan ada yang lebaran ditempat mertuanya, ada pula yang tidak bisa pulang, karena berkaitan dengan tugas kantor yang tidak bisa ditinggalkannya. Jadi ya di munggahan inilah kita bisa berkumpul bersama,” tutur karayawan Binamarga ini kepada IDEJABAR di Tasikmalaya.

Dikatakan Edwan, dirinya bersama keluarga besarnya sempat menggelar munggahan itu di Pangandaran. Namun, lanjut Edwan, saat ini munggahan itu dilakukan ditempat-tempat yang dekat saja atau di rumah keluarga besar.

“Kalau harus diluar kota kita repot dan cape, apa lagi sekarang banyak cucu dan ponakan yang ikut yang masih kecil-kecil. Sekarang lebih sering digelar di rumah induk saja atau di Situ Gede yang tidak jauh dari rumah kami,” jelasnya.

Halaman:

Editor: Edi Purnawadi

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah