IDEJABAR – Dari 580 anggota di DPR yang baru dilantik, Selasa (1/10/24), hampir setengahnya (48,5 persen) adalah pendatang baru. Anggota lama yang bertahan (petahana) hanya lebih sedikit dari setengah: 51,5 persen.
Ramainya wajah baru ini tentu diharapkan membawa perubahan kinerja lembaga wakil rakyat itu. Mereka diharapkan lebih bebas dari berbagai tekanan kepentingan kelompoknya (koncoisme), ketimbang petahana.
Sebagaimana diketahui, DPR memiliki tiga fungsi: menetapkan anggaran, melakukan pengawasan, dan menyusunan undang-undang (UU).
Baca Juga: KPU Sahkan 580 Anggota DPR RI: Ada 23 Artis Mewarnai Gedung DPR RI, Inilah Mereka
Indonesian Parliamentary Center (IPC) menilai DPR periode 2019-2024 minim oposisi kritis terhadap pemerintah. Pelaksanaan anggaran juga tidak menunjukkan kemajuan dalam negosiasi APBN untuk pelayanan publik. Tambahan lagi Mahkamah Kehormatan Dewan tidak cukup kuat memberi sanksi etik kepada anggota DPR.
Demikian disampaikan IPC dalam Diskusi Media: Evaluasi Kinerja DPR 2019-2024 di Jakarta, Senin (30/9/24).
Fungsi pengawasan yang dilaksanakan DPR periode 2019-2024 boleh dibilang buruk. Pasalnya, penyalahgunaan wewenang dan korupsi banyak terjadi di jajaran pemerintahan.
Mesti Pulang Modal
Tercatat tiga menteri masuk penjara, yaitu: Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo; Menteri Komunikasi dan Informasi, Johnny Gerard Plate, dan; Menteri Sosial Juliari, Batubara,
“DPR periode lalu gagal melaksanakan fungsi pengawasan. Terbukti ada tiga menteri masuk penjara, Syahrul Yasin Limpo, Johnny Plate dan Juliari, Batubara,” kata Ketua Lembaga Studi Lingkar Ide Nusantara, Edi Purnawadi di Tasikmalaya, Rabu (2/10/2024).
“Kalau mereka benar-benar mengawasi, tentu korupsi itu bisa dicegah. Kasus Syahrul Yasin Limpo itu paling menyesakkan. Dia membiayai berbagai kegiatan pribadinya dari uang Kementerian. Itu kan uang rakyat,” sambung Edi Purnawadi.
“Mengerikanlah jumlah uang korupsi itu. Pada kasus Johnny Plate, kerugian negara mencapai Rp8 triliun. Kabupaten Tasik APBD-nya saja hanya Rp3,4 triliun. Kota Tasik 1,6 triliun. Kalau dijumlah baru Rp5 triliun,” tegas Edi lagi.
Mang Eper, begitu Edi Purnawadi biasa dipanggil, tidak berharap banyak kepada 48,5 persen anggota DPR pendatang baru periode 2024-2029. Soalnya, sistem politik yang berlaku di Indonesia belakangan ini terkait erat fulus bin cuan.
Para pendatang baru itu pasti telah mengeluarkan dana yang tidak sedikit agar terpilih. Mau tak mau, mereka mesti mencari uang untuk mengganti dana yang sudah dikeluarkan.
“Yah... mereka kan mesti pulang modal. Sekurang-kurangnya setengah dari yang sudah dikeluarkan,” pungkas Edi.*