IDEJABAR – Kalau data keuangan Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa dijebol, disebar, dan diperjual belikan, apalagi data keuangan kita!
Kalau Anda punya pinjaman ke bank, ke lembaga keuangan lainnya, termasuk pinjaman elektronik (pinjol), bukan tidak mungkin datanya dijebol dan disebar ke sana-sini.
Kira-kira begitu kekhawatiran yang melanda masyarakat, sejak lebih dari 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan diketahui diretas dan dijual di dark web (laman gelap) seharga Rp150 juta.
Dari sekitar 6 juta data NPWP yang jebol, 25 data contoh yang ditawarkan dijual di dark web adalah nama pejabat publik, yakni Jokowi; anak sulungnya sekaligus Wapres terpilih Gibran Rakabuming Raka; anak bungsunya Kaesang Pangarep; Menteri Keuangan Sri Mulyani; serta Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Bukan hanya NPWP, data lain yang dibocorkan termasuk nomor induk kependudukan (NIK), alamat, nomor ponsel, email, dan data lainnya.
“Data yang diklaim bocor dan dijual di forum darkweb termasuk NIK, NPWP, dan informasi pribadi lainnya sebanyak 6 juta data perpajakan, termasuk di dalamnya adalah data perpajakan milik Presiden Jokowi dan dua anaknya (Gibran dan Kaesang), serta beberapa orang menteri adalah data sensitif yang seharusnya dilindungi dengan ketat,” kata Aulie Postiera, eks penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada media massa.
Kebocoran Diinformasikan oleh Warga, Bukan Pemerintah
Informasi awal kebocoran data ini disampaikan Teguh Aprianto melalui akun X (dulu Twitter) @secgron pada 18 September lalu. Pendiri Ethical Hacker Indonesia, komunitas yang melawan kejahatan siber ini menampilkan tangkapan layar yang diduga berisi data NPWP tersebut.
Informasi ini ramai direspons di X, termasuk oleh @CCICPolri yang merupakan akun X resmi Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
"Halo sobat siber. Terima kasih atas informasinya. Kami akan melakukan pendalaman dan penyelidikan terhadap kasus yang dimaksud," tulis @CCICPolri.
Dengan demikian, dugaan kebocoran data ini bukan diinformasikan pemerintah kepada warganya, melainkan dari warga kepada pemerintah.
Seperti biasa, pihak pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan tidak menemukan adanya indikasi kebocoran data NPWP pada sistem informasi DJP.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti, di Jakarta, Jumat (20/9/2024) menyatakan,"Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, data log access dalam enam tahun terakhir menunjukkan tidak ada indikasi yang mengarah pada kebocoran data langsung dari sistem informasi DJP.
Ia menegaskan struktur data yang tersebar bukan struktur data terkait dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban si wajib pajak.
Menghadapi soal gawat ini DJP tetap berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan kepolisian untuk menindaklanjuti dugaan kebocoran data ini.
DPR Panggil Kemenko Polhukam dan Kemenkominfo
Untuk memastikan adakah dan sejauh mana serta upaya penanggulan kebocoran data tersebut, Komisi I DPR akan menggelar rapat bersama Kemenko Polhukam dan Kemenkominfo, Senin pagi ini (23/9/2024).
"Besok pagi kami mau rapat dengan Polhukam, dengan Kominfo, besok pagi," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari, setalah penutupan Rakernas PKS di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (22/9/2024).
Kebocoran data penting kependudukan dan keuangan masyarakat sudah berulang kali terjadi. Artinya negara memang tidak hadir melindungi data warganya. Padahal kebocoran data itu bisa berakibat fatal bagi banyak pihak.*