IDEJABAR – Sidang lanjutan kasus korupsi proyek pembangunan Alun-Alun Pataraksa, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, mengungkap adanya selisih bobot pekerjaan sebesar 31,21 persen, yang menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 1,2 miliar. Fakta tersebut terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung pada Senin (30/9). Sidang dimulai pukul 13.45 WIB dan menghadirkan tiga terdakwa, yakni Agus Wahidi Mukhlis, Dadang Rosmana, dan Eko Lesmana Soetikno Putra.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Novian Saputra, S.H., M.Hum., dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Prasti Adi Pratama. Tiga saksi turut memberikan keterangan dalam sidang, yaitu Budi, Lisa Kristiansah sebagai ahli auditor, dan Iskandar sebagai ahli konstruksi.
Selisih Bobot Proyek Mengungkap Kejanggalan Sistematis
Sidang kasus korupsi proyek Alun-Alun Pataraksa mengungkap berbagai kejanggalan yang menunjukkan praktik korupsi yang terorganisir. Dalam kesaksiannya, ahli konstruksi Iskandar mengungkapkan bahwa beberapa item pekerjaan yang telah diselesaikan pada tahap pertama justru kembali diadopsi pada tahap kedua untuk dibayar lagi. "Pekerjaan tahap satu ditarik ke tahap dua, meski pengerjaan sebenarnya sudah selesai. Hal ini jelas-jelas melanggar ketentuan dan menyebabkan pengulangan pembayaran," tegas Iskandar.
Lisa Kristiansah, saksi ahli auditor, menegaskan bahwa ada banyak item pekerjaan yang tidak dilakukan sesuai kontrak, tetapi tetap dicantumkan sebagai bagian dari pengerjaan proyek. Temuan ini mengakibatkan selisih bobot keseluruhan proyek sebesar 31,21 persen. "Beberapa item pekerjaan bahkan tidak pernah dilaksanakan, namun tetap terdaftar dalam laporan pengerjaan," ujarnya.
Hakim Pertanyakan Validitas Metode Audit
Lisa Kristiansah menjelaskan bahwa perhitungan selisih bobot proyek sebesar 31,21 persen dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti surat permohonan, koordinasi dengan pihak terkait, serta survei lapangan. Namun, penjelasan ini mengundang kritik dari Ketua Majelis Hakim Novian Saputra, yang menilai metode tersebut tidak lazim.
"Ini kali pertama saya menemukan perhitungan selisih bobot dengan prosedur seperti itu. Hal ini sangat aneh, apalagi terkait dengan kasus korupsi yang merugikan negara," tandas Hakim Novian.
Kerugian Negara Lebih dari Rp 1,2 Miliar
Dari hasil audit yang dilakukan oleh Lisa Kristiansah, diketahui bahwa kerugian negara dalam proyek pembangunan Alun-Alun Pataraksa mencapai lebih dari Rp 1,2 miliar. Angka tersebut menunjukkan adanya pengelolaan proyek yang tidak transparan dan indikasi kuat adanya korupsi.
Jaksa Penuntut Umum Prasti Adi Pratama menegaskan bahwa sidang ini bertujuan untuk mengungkap sejauh mana korupsi dan penyimpangan dalam proyek tersebut telah terjadi, serta mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kerugian negara ini.
Sidang Mengungkap Praktik Korupsi yang Sistematis
Kasus korupsi pembangunan Alun-Alun Pataraksa tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga memperlihatkan kelemahan dalam sistem pengawasan proyek. Kejanggalan mulai dari pengurangan kualitas bangunan hingga adanya tekanan dalam penandatanganan dokumen proyek mengindikasikan adanya praktik korupsi yang sistematis.
Baca Juga: Pilkada Pangandaran 2024, PKS Betekad Menangkan Ujang Endin-Dadang Solihat dengan Target 65 Persen
Pada sidang kali ini, tiga saksi dihadirkan, yaitu Budi, Lisa Kristiansah, dan Iskandar. Budi diperiksa secara terpisah terkait kesaksiannya mengenai pengelolaan proyek yang menjadi pusat kasus korupsi ini. Seluruh temuan dalam persidangan ini semakin menguatkan dugaan bahwa proyek Alun-Alun Pataraksa telah menjadi sasaran korupsi yang merugikan negara.***