IDEJABAR - Sidang perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Ketua DPC Organda Kabupaten Sumedang, Diki Suharto Bin Diat Sudrajat, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada Senin, 30 September 2024. Sidang yang menghadirkan sejumlah saksi ini berlangsung di ruang Tipikor PN Bandung, dan salah satu saksi, Sule yang merupakan Kepala Dinas UPTD Kabupaten Sumedang, terpaksa dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami stres berat saat memberikan kesaksian.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agung Adhi Prawira, Diki Suharto diduga telah memperkaya dirinya sendiri dengan cara mengelola dua unit bus wisata TAMPOMAS milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat tanpa izin yang sah. Dua unit bus berplat merah dengan nomor polisi D 7410 C (warna coklat) dan D 7422 C (warna ungu), yang awalnya diserahkan untuk mendukung pariwisata di Kabupaten Sumedang, diduga dimanfaatkan secara ilegal oleh terdakwa untuk kegiatan komersial sejak Januari 2022 hingga April 2023. Total pendapatan dari penyewaan kedua bus tersebut mencapai Rp686.600.000,- yang seharusnya menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sidang hari ini menghadirkan tiga orang saksi, yaitu Sule, Kepala Dinas UPTD Kabupaten Sumedang; Jajang, Kepala Bidang Angkutan UPTD Kabupaten Sumedang; dan Agus, Bendahara UPTD Kabupaten Sumedang. Ketiga saksi tersebut dihadirkan oleh JPU untuk memberikan kesaksian terkait pengelolaan kedua unit bus TAMPOMAS dan aliran dana yang didapat dari pengoperasian bus tersebut.
Sidang dimulai pukul 13.15 WIB, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Agus Komaarudin. Sebelum memulai pemeriksaan, majelis hakim memastikan kondisi kesehatan para saksi dengan menanyakan apakah mereka dalam keadaan sehat. Ketiga saksi pun mengangguk tanda menyetujui dan menyatakan bahwa mereka siap memberikan kesaksian.
Pemeriksaan saksi dimulai dengan pertanyaan dari JPU yang diajukan secara bergantian kepada ketiga saksi. Pada awalnya, Sule, Kepala Dinas UPTD, menjawab pertanyaan dengan lancar. Namun ketika JPU mulai menanyakan detail terkait keberadaan dan pengelolaan kedua unit bus TAMPOMAS yang diparkir di halaman UPTD Kabupaten Sumedang, Sule tampak kesulitan dan mulai menunjukkan tanda-tanda stres. Sule menghela napas panjang dan kemudian meminta izin kepada majelis hakim untuk beristirahat sejenak.
Ketua Majelis Hakim Agus Kamaarudin mencoba menenangkan Sule dengan menginstruksikan agar dia menarik napas secara perlahan dan tetap tenang. Namun, kondisi Sule tidak membaik. Wajahnya terlihat pucat dan tubuhnya mulai berkeringat deras. Petugas PN pun segera memberikan air minum mineral sambil memijat bagian punggungnya untuk membantu menenangkan Sule. Meski begitu, kondisinya terus memburuk dengan tubuh menggigil dan tangan gemetar.
Khawatir dengan kondisi kesehatan Sule yang semakin memburuk, petugas PN akhirnya membawa Sule keluar dari ruang sidang menggunakan kursi roda. Saat melewati kursi para pengunjung, terlihat wajah Sule semakin pucat dan tangannya bergetar hebat. Melihat situasi tersebut, JPU pun meminta izin kepada majelis hakim agar Sule tidak melanjutkan kesaksiannya dan segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
"Izin Majelis, saksi Sule sebaiknya jangan dulu dihadirkan dan harus segera dibawa ke rumah sakit," ujar JPU Agung Adhi Prawira kepada Ketua Majelis Hakim.
Majelis hakim pun menyetujui permintaan tersebut dan menegaskan bahwa Sule harus mendapatkan penanganan medis lebih lanjut. "Kami izinkan saksi Sule untuk langsung dibawa ke rumah sakit. Kita tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama persidangan berlangsung," tegas Hakim Agus Komarudin.
Setelah Sule dibawa keluar ruang sidang, persidangan pun kembali dilanjutkan dengan memeriksa kesaksian dua saksi lainnya, yaitu Jajang dan Agus. Dalam kesaksiannya, Jajang mengungkapkan bahwa kedua unit bus TAMPOMAS memang sempat beberapa kali digunakan untuk keperluan wisata atas permintaan pihak luar, tanpa adanya persetujuan tertulis dari Dinas Perhubungan Kabupaten Sumedang. Agus, selaku Bendahara UPTD, juga membenarkan bahwa tidak ada kontribusi dana dari hasil penyewaan bus yang disetorkan ke kas daerah, dan seluruh dana pengelolaan bus berada di bawah pengelolaan Diki Suharto.
Kasus ini bermula pada tahun 2020, ketika Pemerintah Kabupaten Sumedang mendapatkan bantuan dua unit bus wisata dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mendukung program pariwisata. Kedua bus tersebut awalnya berstatus "pinjam pakai" dan diserahkan kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Sumedang untuk dikelola.
Namun, dalam perkembangannya, Diki Suharto yang menjabat sebagai Ketua DPC Organda Kabupaten Sumedang, mengambil alih pengoperasian kedua bus tersebut dan menggunakannya untuk kegiatan komersial. Terdakwa menetapkan tarif sewa sebesar Rp1.200.000,- per hari untuk hari kerja dan Rp1.400.000,- per hari untuk akhir pekan. Seluruh pendapatan dari penyewaan bus tidak disetorkan ke kas daerah, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum menilai tindakan Diki Suharto ini telah merugikan keuangan negara dan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, JPU juga mendakwa Diki Suharto dengan pasal subsidair, yaitu Pasal 3 terkait penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara.
Berdasarkan hasil audit Inspektorat Kabupaten Sumedang, kerugian negara akibat penyalahgunaan kedua unit bus TAMPOMAS mencapai Rp686.600.000,-. Uang tersebut seharusnya menjadi bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau pendapatan yang disetorkan ke Dinas Perhubungan Kabupaten Sumedang. Namun, terdakwa menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi dan tidak melakukan pelaporan yang sah terkait penggunaan dana tersebut.
Baca Juga: Cara Ampuh Menghilangkan Iklan di HP Oppo : Panduan Lengkap, Simak Cara Mengatasinya!
Dengan adanya kejadian di persidangan ini, termasuk kondisi saksi yang terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit, majelis hakim dan JPU berencana untuk lebih berhati-hati dalam proses persidangan selanjutnya. Kasus ini menjadi sorotan publik karena memperlihatkan penyalahgunaan aset milik negara oleh pejabat lokal, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, malah dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
Sidang selanjutnya dijadwalkan akan menghadirkan saksi-saksi tambahan untuk memperkuat dakwaan terhadap Diki Suharto. Sementara itu, kondisi kesehatan Sule sebagai saksi kunci dalam kasus ini masih terus dipantau oleh tim medis. Majelis hakim menegaskan pentingnya menjaga kesehatan dan kesejahteraan para saksi agar proses peradilan dapat berjalan lancar dan adil.***