IDEJABAR – Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Alun-Alun Pataraksa Cirebon semakin terkuak di persidangan Pengadilan Tipikor Bandung pada Senin (23/9/2024). Terungkap bahwa proyek yang menelan anggaran sebesar Rp 15,6 miliar tersebut mengalami ketidaksesuaian gambar perencanaan dengan pengerjaan konstruksi bangunan. Lebih mengejutkan lagi, terungkap adanya praktik copypaste gambar tahap kedua dari tahap pertama.
Baca Juga: Ini Pernyataan Menohok Bojan Hodak Usai Persib Hajar Persija 2-0
Proyek pembangunan yang menggunakan dana bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat ini menjadi sorotan tajam setelah Gapura Alun-Alun Pataraksa, yang baru diresmikan dua bulan sebelumnya, ambruk secara mendadak. Insiden ini langsung memicu perhatian luas masyarakat Cirebon, yang mempertanyakan kualitas dan transparansi dalam pengerjaan proyek kebanggaan mereka.
Sidang Terungkap: Pengakuan Saksi dan Ketidaksesuaian Material
Pada sidang yang digelar, dua saksi kunci dihadirkan, yaitu Ade Irmansyah, Auditor Inspektorat, dan Iim Mulnandi, Direktur PT Wahana Lestari. Keduanya memberikan kesaksian yang mengejutkan, mengungkapkan adanya pelanggaran serius dalam pengerjaan proyek, mulai dari material bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi hingga penyimpangan dalam administrasi keuangan.
Ade Irmansyah, sebagai auditor, mengungkapkan bahwa dari hasil audit yang dilakukan timnya, terdapat banyak ketidaksesuaian dalam penggunaan material bangunan, terutama pada beton besi coran yang menjadi elemen utama gapura. "Awalnya, saya mengira ambruknya gapura ini disebabkan oleh curah hujan tinggi di bulan Januari. Namun, setelah pemeriksaan fisik di lapangan, ternyata material yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dianggarkan," ungkap Ade.
Lebih lanjut, hasil audit yang dilakukan tim Ade juga mengungkap adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp 620 juta, termasuk Rp 183 juta untuk pekerjaan yang tidak pernah dilakukan. "Selain itu, ada juga duplikasi anggaran dari tahap pertama ke tahap kedua proyek. Ini merupakan bentuk pelanggaran administratif dan teknis yang serius," tambahnya.
Manipulasi Gambar dan Material Tidak Sesuai
Salah satu fakta yang paling mencengangkan adalah pengakuan bahwa gambar perencanaan tahap kedua proyek ternyata hasil copypaste dari tahap pertama. Hal ini menunjukkan lemahnya perencanaan teknis yang mengakibatkan pembangunan gapura tidak sesuai standar yang diharapkan.
Iim Mulnandi, Direktur PT Wahana Lestari, yang juga menjadi saksi dalam persidangan, mengakui bahwa perusahaan yang dipimpinnya hanya "dipinjam namanya" oleh pihak terdakwa. "Perusahaan kami hanya disewa atau dipinjam benderanya untuk proyek ini. Kami tidak terlibat langsung dalam pengerjaan," ujar Iim, menambah peliknya kasus korupsi ini.
Tiga Terdakwa Utama dalam Skandal Proyek Pataraksa
Dalam kasus ini, tiga orang terdakwa telah didakwa melakukan sejumlah manipulasi laporan proyek, penggelembungan anggaran, dan penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan. Mereka adalah Dadan Darmansyah, Eko Lesmana Soetikno Putra, dan Agus Muklis. Ketiganya diduga berperan aktif dalam pengelolaan proyek yang berujung pada runtuhnya Gapura Alun-Alun Pataraksa.
Dadan Darmansyah, yang menjabat sebagai kepala proyek, bersama dengan Eko Lesmana dan Agus Muklis, diduga kuat telah merekayasa laporan untuk menutupi penyimpangan dalam penggunaan dana proyek. Penggelembungan anggaran, pengurangan volume material, serta penggunaan bahan bangunan yang tidak sesuai spesifikasi, merupakan beberapa pelanggaran yang mereka lakukan untuk memperkaya diri sendiri.
Dampak Sosial: Gapura Roboh, Kepercayaan Masyarakat Runtuh
Ambruknya gapura yang baru diresmikan hanya dua bulan sebelumnya telah menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat Cirebon. Alun-Alun Pataraksa yang seharusnya menjadi ikon kebanggaan dan simbol kemajuan, justru berbalik menjadi bukti nyata dari buruknya pengelolaan proyek publik.
Warga setempat merasa ditipu oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab untuk memastikan proyek ini selesai dengan baik. “Bagaimana mungkin bangunan sebesar itu bisa runtuh hanya dalam waktu singkat? Apakah tidak ada pengawasan yang benar?” ujar seorang warga Cirebon yang enggan disebutkan namanya.
Baca Juga: Nomor 4 di Tangan, KDM Janji Wujudkan Jawa Barat Istimewa Lewat Filosofi Sunda
Penegakan Hukum dan Harapan Perbaikan
Kasus korupsi ini telah membawa perhatian publik pada pentingnya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap praktik korupsi dalam proyek-proyek pemerintah. Banyak pihak yang berharap agar para pelaku yang terlibat mendapatkan hukuman setimpal serta dana yang dikorupsi dapat dikembalikan demi kepentingan masyarakat.
Dengan adanya sidang ini, publik berharap bahwa keadilan dapat ditegakkan dan kasus serupa tidak akan terulang kembali di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proyek publik harus menjadi prioritas utama agar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat dipulihkan.***