IDEJABAR - Sidang lanjutan kasus korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang menyeret dua rektor Universitas Mitra Karya (UMIKA) Bekasi kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin, 23 September 2024. Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan terdakwa. Namun, kuasa hukum terdakwa mendesak agar Pejabat BNI Pusat, Farida, dihadirkan sebagai saksi untuk mengungkap kejanggalan dalam proses pemindahbukuan dana.
Baca Juga: Pilkada Kota Tasik 2024: Lima Pasang Calon Sudah Miliki Nomor Urut, Siap-siap Kampanye
Pengadilan Tipikor Bandung kembali menggelar sidang kasus korupsi Program Indonesia Pintar (PIP) dengan agenda pemeriksaan dua terdakwa, DR. H. Suroyo dan DR. H. Sri Hari Jogya, mantan rektor Universitas Mitra Karya (UMIKA) Bekasi. Keduanya didakwa atas dugaan korupsi dana PIP yang seharusnya digunakan untuk biaya hidup mahasiswa, namun justru dialihkan untuk kepentingan kampus.
Sidang yang berlangsung pada Senin, 23 September 2024, memfokuskan pada pemeriksaan terdakwa. Kuasa hukum terdakwa, Bobby Herlambang, memanfaatkan kesempatan tersebut untuk kembali menyoroti proses pemindahbukuan dana PIP dari rekening mahasiswa ke rekening kampus, yang ia anggap penuh kejanggalan. Bobby meminta agar Pejabat BNI Pusat, Farida, dihadirkan sebagai saksi untuk memperjelas keterlibatan pihak bank dalam pemindahan dana tersebut.
Bobby menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan dari saksi-saksi yang dihadirkan dalam sidang-sidang sebelumnya, pemindahan dana dilakukan atas persetujuan pimpinan BNI Pusat, meskipun secara aturan perbankan, dana PIP tidak boleh dipindahbukukan tanpa persetujuan langsung dari mahasiswa penerima manfaat. Dana tersebut, yang seharusnya digunakan oleh mahasiswa untuk biaya hidup sebesar Rp4.200.000, justru dialihkan ke rekening kampus dan digunakan untuk operasional, termasuk pembayaran gaji dosen.
"Proses Pemindahbukuan Tidak Sah"
Dalam persidangan, Bobby menekankan bahwa pemindahan dana ini melanggar aturan yang ada. "Pemindahan dana PIP dari rekening mahasiswa ke kampus ini dilakukan tanpa sepengetahuan mahasiswa. Dana tersebut seharusnya diterima langsung oleh mereka untuk kebutuhan hidup, namun justru digunakan untuk operasional kampus. Kami meminta majelis hakim untuk menghadirkan Pejabat BNI Pusat, Farida, karena berdasarkan keterangan saksi, pemindahan ini disetujui oleh pihak BNI Pusat," tegas Bobby di hadapan majelis hakim.
Kasus korupsi dana PIP di UMIKA Bekasi ini menyebabkan kerugian negara yang cukup besar, mencapai Rp13,4 miliar. Berdasarkan dakwaan, dana PIP yang seharusnya digunakan untuk biaya hidup mahasiswa selama kuliah justru dialihkan ke kampus melalui pemindahbukuan yang tidak sah. Kedua rektor tersebut diduga menggunakan dana tersebut untuk menutupi biaya operasional kampus dan membayar gaji dosen, tanpa persetujuan mahasiswa penerima dana.
Atas tindakan tersebut, DR. H. Suroyo dan DR. H. Sri Hari Jogya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jika terbukti bersalah, kedua terdakwa terancam hukuman penjara hingga 20 tahun.
Sidang lanjutan kasus ini dijadwalkan kembali pada pekan depan. Majelis hakim pada pekan depan. Bobby Herlambang sendiri menyatakan menganggap peting soal kehadiran pejabat BNI tersebut karena jika terbukti bahwa pemindahan dana dilakukan dengan persetujuan pimpinan BNI Pusat, maka tanggung jawab tidak hanya berada di pihak terdakwa, tetapi juga pada pihak bank yang terlibat dalam proses pemindahbukuan.