Pj Gubernur Jabar: 31 Siswa di Bandung Dibatalkan Penerimaannya Pada PPDB SMA 2024 Karena Langgar Domisili

25 Juni 2024, 07:15 WIB
Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin menegaskan, 31 siswa di Bandung yang sebelumnya dinyatakan lulus pada PPDB SMA 2024, dibatalkan penerimaannya karena terbukti melanggar aturan domisili. /Pemprov Jabar

IDEJABAR - Dinas Pendidikan Jawa Barat membatalkan sebanyak 31 siswa atau calon peserta didik yang sebelumnya dinyatakan lulus pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA 2024. Mereka dibatalkan penerimaannya karena terbukti melanggar aturan domisili.

Demikian dinyatakan Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, dalam keterangannya, Senin, 24 Juni 2024. Bey menyebutkan hal itu dilakukan sebagai bentuk keseriusan pemerintah provinsi Jabar dalam memberantas kecurangan di PPDB.

"Intinya kami serius dalam PPDB ini. Walaupun sudah pengumuman kelulusan, itu masih bisa kami anulir kalau memang terbukti ada pelanggaran termasuk pelanggaran domisili. Hari ini harus dianulir karena ditemukan kecurangan tidak tinggal di situ," jelas Bey,

Disebutkan, 31 siwa yang dibatalkan itu berasal dari 2 SMA di Kota Bandung. Sebanyak 25 calon siswa di antaranya sempat dinyatakan diterima di SMA 3 Kota Bandung, Lalu 6 orang calon siswa lagi diterima di SMA 5 Kota Bandung.

Baca Juga: Ridwan Kamil Sindir Anies? Jakarta Butuh Perubahan Perlu Pimimpin Imajinatif, Tak Perlu Takut IKN

Baca Juga: Komunitas Gada Membaca Ciamis dan Tim Art Pioneers Gelar Edukasi Inovasi Pensil Teknologi AR

Namun setelah ditelusuri, Tim verifikasi lapangan menemukan 31 siswa atau orang tua siswa tersebut tidak berdomisili sesuai Kartu Keluarga.

Sebab itulah mereka dinyatakan melanggar Peraturan Gubernur Nomor 9 tahun 2024 yang dipertegas dengan Surat Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang diteken orang tua calon siswa.

Selanjutnya, untuk mengisi kekosongan kuota 31 siswa yang dianulir tersebut jatahnya ditambahkan ke kuota PPDB tahap 2 yakni lewat jalur prestasi rapor.

Bey menegaskan, pihaknya akan melaporkan pelanggaran ini kepada Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebagai pembuat aturan sistem zonasi.

Bey menjelaskan, sistem zonasi merupakan keputusan dari pemerintah pusat, bertujuan untuk memeratakan sekolah. Tapi kenyataannya ternyata paradigma sekolah favorit itu masih ada.

"Jadi orang tua masih ingin anak-anaknya sekolah di favorit,” kata Bey Mahmudin.

Baca Juga: Tol Getaci Tak Kunjung Dibangun, Pemilik Lahan di Tasikmalaya Cemas

Bey menuturkan, aturan hitungan zonasi adalah jarak dari sekolah ke rumah secara garis lurus. Jadi bukan dihitung belok-beloknya tapi garis lurus dari sekolah ke rumah.

"Aturan zonasi itu betul-betul kami hitung dan itu bukan dihitung belok-beloknya tapi garis lurus dari sekolah ke rumah," katanya.

Sementara itu Plh. Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ade Afriandi menuturkan, kasus pelanggaran zonasi itu terungkap berawal dari laporan dan pengaduan warga. Oleh Disdik Jabar lalu ditindaklanjuti dengan menelusurinya lewat bantuan aplikasi Google Maps.

Ade Afriandi menegaskan, ke depan pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang lagi.***

Editor: Ateng Jaelani

Tags

Terkini

Terpopuler